Halaman

Kamis, 01 Maret 2012

Naturalisme Dalam Lirik-lirik Lagu Jepang


ABSTRAK
Skripsi ini membahas sifat naturalis orang Jepang yang tecermin dalam lirik-lirik lagu Jepang populer melalui penggunaan istilah sakura sebagai simbol. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu mengumpulkan lirik-lirik lagu sebagai data utama dan data-data lain yang relevan terhadap penelitian dan kemudian dianalisis dengan teori. Sedangkan teori yang digunakan dalam bab analisis adalah teori yang dikemukakan oleh Nakamura Hajime dalam bukunya yang berjudul Nihonjin no Shiih?h?. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Jepang dewasa ini masih menanamkan sifat naturalis yang tecermin dalam lirik-lirik lagu Jepang populer.
Kata kunci: naturalisme, lirik lagu Jepang populer, sakura.


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sangat menghargai alam. Kehidupan mereka selalu berkaitan dengan alam. Bagi mereka, alam merupakan sesuatu hal yang penting dan harus dihargai. Sikap menghargai alam ini merupakan karakteristik yang khas dari kebudayaan masyarakat Jepang. 1 Sikap ini berada dalam pemikiran orang Jepang berupa penilaian dan pemahaman terhadap berbagai gejala alam yang mengitari kehidupan mereka dan sebagai bagian dari pengalaman hidup mereka.
Karakter orang Jepang yang mencintai alam ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Nakamura Hajime (1911-1999), yaitu seorang pakar dalam Buddhisme Jepang dalam bukunya yang berjudul Nihonjin no Shiih?h?. Ia mengatakan bahwa:
Photobucket
Nihonjin wa, ooku shizen wo aishi, akogareta. Karera wa ifuku no moy? ni kach?kusaki wo kaki, ry?ri wa dekirudake shizen no mama no katachi wosonch?suru. Jy?ky? ni tsuitemitemo, tokonoma ni ikebana ya bonsai wo oki, fusuma ni mo shibashiba kansona kach? wo kaku.
Terjemahan:
Orang Jepang sangat mencintai dan mengagumi alam. Mereka menghiasi baju mereka dengan hiasan bergambar bunga, burung dan rerumputan dan dalam masakan sedapat mungkin menghargai bentuk alami yang apa adanya. Di tempat tinggal pun mereka menempatkan ikebana dan bonsai di dalam tokonoma (suatu ruangan kecil di dalam kamar) dan melukis gambar bunga dan burung yang sederhana di pintu geser yang disebut dengan fusuma.
Pernyataan Nakamura di atas mencerminkan bahwa kebudayaan mereka tidak terlepas dari alam dan diekspresikan sebagaimana adanya. Orang Jepang memberikan dekorasi, baik pada kimono maupun pada fusuma dengan motif alam, seperti sakura, bambu dan daun momiji. Makanan yang disajikan pun dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai benda-benda alam dan diwarnai sealami mungkin. Musim, yang juga bagian dari alam, merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan oleh orang Jepang. Musim di Jepang terdiri atas empat musim, yaitu haru (musim semi), natsu (musim panas), aki (musim gugur) dan fuyu (musim dingin). Musim telah mempengaruhi kehidupan orang Jepang sehari-hari. Mereka selalu mengadakan bunkasai (festival) di setiap musimnya. Begitu pula dengan motif pada peralatan makan, pakaian yang mereka kenakan dan bahkan bentuk wagashi (kue khas Jepang) selalu berganti mengikuti musim yang sedang bergulir. Hal ini merupakan sebagian dari bentuk apresiasidan rasa cinta mereka terhadap alam, khususnya musim.
Hubungan orang Jepang terhadap alam ini erat kaitannya dengan adanya suatu paham. Paham ini disebut dengan naturalisme atau dalam bahasa Jepang disebut dengan shizenshugi Menurut Kamus Bahasa Jepang K?jien, naturalisme adalah:
Photobucket
Shizenshugi: subete wo shizen ni kaeshi, shizen ni makaseru tachiba. 1. (tetsu) busshitsutekishizen wo yuiitsu mata wa konpon no genri tominashi, seishingensh? wo mo fukumete issai no gensh?. Katei wo, kono y?na shizen no shosan to kangaeru tachiba. … 2. bungakude, ris?ka wo okonawazu, sh?aku, samatsuna mono wo imazu, genjitsu wo tada aru ga mama ni utsushitorukoto wo mokuhy? to surutachiba. ………….. marukusushugi nado no keijitsuron ni oite …. ? riarizumu.
Terjemahan:
Naturalisme: suatu pandangan bahwa semuanya terpulang pada alam dan semuanya diserahkan kepada alam. 1. (filsafat) Pemikiran yang berporos kepada proses dan fenomena termasuk di dalamnya fenomena spiritual melihat hal ini sebagai prinsip dasar. 2. Pandangan naturalisme dalam kesusastraan, bertujuan untuk mengemukakan sesuatu apa adanya, tidak menuntut sesuatu yang ideal dan tidak meremehkan atau menyepelekan sesuatu. … Di dalam teori kesenian, marksisme…. ? realisme.
Orang Jepang menghargai sesuatu yang bersifat alami. Nakamura Hajime, seorang filsuf Jepang yang banyak melakukan penelitian tentang kebudayaan Jepang ditinjau dari sudut pandang agama Buddhanya, mengemukakan bahwa orang Jepang memandang dunia fenomena sebagai sesuatu yang mutlak. Mutlak adalah ada dan alam merupakan hal yang mutlak. Oleh sebab itu, mereka memandang dan mengakui keberadaan alam sekitar sebagai sesuatu yang mutlak. Pandangan orang Jepang bahwa fenomena alam adalah mutlak telah mengakar kuat dalam tradisi orang Jepang. 4
Orang Jepang juga menghargai sifat alamiah manusia. Mereka beranggapan bahwa keinginan atau sifat manusia sebagai sesuatu yang alami dan bersifat mutlak. 5 Keinginan manusia untuk naik pangkat, menjadi kaya, mengkonsumsi daging dan minum minuman keras atau bahkan ingin melakukan seks sebelum menikah, tidak dipermasalahkan di dalam ajaran Buddha Jepang. Semua semata-mata karena hal ini dianggap sebagai bagian dari kealamian manusia Masyarakat Jepang memiliki hubungan erat dengan alam termasuk isinya yang berupa tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan hewan hidup bersama-sama dengan manusia di muka bumi ini. Manusia dengan alam memiliki kedudukan yang sama. Oleh karena itu, alam adalah mitra yang sejajar di dunia ini. Iwao Matsuhara mengemukakan bahwa masyarakat Jepang memperlakukan alam sama seperti mereka memperlakukan sesama manusia. Keindahan alam yang ada merupakan hasil dari perbuatan manusia yang menjunjung tinggi alam. Hubungan yang dekat antara manusia dengan alam ini dapat menyebabkan alam di negeri Jepang dipandang sangat indah. 6 Orang Jepang juga mengadakan upacara pemakaman bagi hewan peliharaan mereka yang mati atau dalam bahasa Jepang disebut dengan petto sougi. Dengan perlakuan seperti ini, maka tidak mengherankan alam yang dijunjung tinggi ini dapat berkembang biak dan tumbuh dengan indah.
Kedekatan orang Jepang dengan alam menimbulkan rasa kagum dan cinta terhadap alam. Rasa kagum dan cinta ini banyak dituangkan ke dalam kesenian dan kebudayaan Jepang. Dengan demikian, kesenian Jepang mencerminkan betapa orang Jepang sangat mencintai alam. Nakamura berpendapat bahwa kecintaan orang Jepang terhadap alam juga digambarkan melalui karya-karya sastra mereka. Penyair-penyair Jepang kerap kali mengangkat tema mengenai alam dalam puisi-puisi mereka. Ia memberi contoh haiku, yaitu puisi pendek yang terdiri dari 17 mora (suku kata), yang isinya tidak mungkin terlepas dari alam.7
Pada dasarnya lirik lagu adalah sebuah puisi. Definisi lirik sebagaimana yang tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah karya sastra atau puisi yang berisi curahan perasaan pribadi.8 Mengacu pada definisi ini, dapat dikatakan lirik lagu adalah puisi atau syair yang menggambarkan curahan perasaan penggubah dalam lagu. Lirik lagu Jepang berkaitan dengan kejadian yang dialami dan dirasakan oleh orang Jepang; seperti mengenai perasaan cinta, baik itu senang karena jatuh cinta maupun sedih karena patah hati, perpisahan, persahabatan, kehidupan masyarakat dan hubungan anak-anak muda dalam hubungan romantis. Lirik-lirik ini tidak terlepas dari alam. Kejadian yang dialami dan dirasakan oleh penggubah lagu Jepang digambarkan dengan penggunaan istilah unsur alam sebagai simbol dalam liriknya. 9 Hiroshi Minami yang menganalisis lagu Jepang populer pada tahun 1990-an, mengatakan hal yang senada, yaitu :
There are many Japanese songs in which grammatical subject and humanrelational expressions are very ambiguous. The feelings and thoughts of the hero are expressed indirectly by descriptions of nature. 10
Terjemahan:
Banyak dari lagu Jepang yang pemakaian subjek gramatikal dan ekspresi untuk hubungan antar manusia sangat ambigu atau mengandung kedwiartian. Perasaan dan pandangan terhadap pahlawan (seseorang yang disanjung) diungkapkan secara tidak langsung melalui deskripsi tentang alam.
Di antara unsur-unsur alam, yang menjadi topik bahasan dalam analisis lirik-lirik lagu di sini adalah istilah sakura. Bunga sakura disukai dan dikagumi oleh orang Jepang. Mekarnya bunga sakura, yaitu sekitar bulan Maret hingga bulan April, menjadi tanda datangnya musim semi. Pohon sakura tumbuh subur di Jepang dan memiliki ratusan jenis varietas. Jenis bunga sakura yang paling terkenal adalah jenis somei yoshino. Orang Jepang selalu menyempatkan diri untuk melakukan ohanami setiap musim semi. Ohanami merupakan suatu acara penyambutan mekarnya bunga sakura pada musim semi di Jepang. Ohanami telah dilakukan sejak zaman Heian oleh kalangan bangsawan untuk menikmati mekarnya bunga sakura. Kini orang Jepang melakukan ohanami dengan berkumpul bersama keluarga, teman, dan rekan kerja di bawah pohon sakura sambil makan makanan yang telah mereka bawa, seperti bent? (nasi kotak), onigiri (nasi kepal), dan dango (kue bulat yang terbuat dari ketan). Mereka juga merayakannya dengan minum sake, bernyanyi-nyanyi dan ada juga yang membaca puisi. Selain itu, mereka juga menikmati sejuknya angin musim semi yang berhembus di antara pepohonan sakura.
Keindahan bunga sakura menjadi sumber inspirasi orang Jepang. Sakura banyak dijadikan obyek dalam lukisan dan foto. Sakura pun dijadikan motif yang tertera mulai dari kimono, saputangan, peralatan dapur, kertas dinding hingga makanan. Pada saat musim semi, bunga sakura bermekaran memenuhi jalanan, taman dan pegunungan di Jepang, menambah semarak pemandangan alam Jepang. Bunga sakura merupakan bunga nasional negara Jepang. Sebagaimana yang tertera dalam Kamus Besar Bahasa Jepang, koujien :
Photobucket
Korai, hana? to sh?serare, nihon ni kokka toshi, furuku wa ”hana” toieba sakura wo sashita.
Terjemahan:
Sejak dahulu, selain disebut sebagai raja bunga dan menjadi bunga nasional Jepang, dulu, yang disebut dengan bunga selalu merujuk kepada bunga sakura. Mekarnya bunga sakura dianggap sebagai simbol awal dan akhir berbagai kegiatan. Di Jepang awal dan akhir kegiatan akademik adalah pada saat musim semi. Begitu pula akan menjadi awal dan akhir dari kegiatan bekerja seorang orang gajian. Selain itu, sakura menyimbolkan harapan akan kebahagiaan dan kemakmuran. Sejak zaman dulu, orang Jepang memulai masa cocok tanam padi pada saat musim semi yang bertepatan dengan mekarnya bunga sakura. Mereka memiliki anggapan bahwa bunga sakura yang mekar dengan baik menandakan benih-benih padi yang mereka tanam dapat dipanen dengan baik pula. Mekarnya bunga sakura dengan baik juga menandakan empat musim dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di setiap musimnya akan bergulir dan berjalan dengan baik selama satu tahun.
Akan tetapi di sisi lain, sakura kerap kali diasosiasikan dengan kematian. 12 Simbol kematian ini berkaitan dengan gugurnya bunga sakura setelah mekar hanya sekitar seminggu, atau bahkan hanya beberapa hari saja. Stuart D. B. Picken mengemukakan:
Fallen cherry blossoms floating on the water are a reminder of the fundamental Buddhist truth that perfection is unattainable because life is transient and all things are in an endless state of flux. 13
Terjemahan:
Bunga sakura yang telah gugur dan jatuh di atas permukaan air menjadi suatu gambaran akan dasar pemikiran Buddha bahwa kesempurnaan tidak dapat dicapai karena kehidupan ini berlangsung hanya sementara dan semua hal terus berubah-ubah.
Mekarnya bunga sakura dalam waktu singkat ini menyimbolkan muj? atau ketidakabadian. Muj? merupakan salah satu ajaran agama Buddha dan menjadi salah satu inti pemikiran di dalam budaya Jepang. Puisi Jepang banyak yang mengeksperesikan kehidupan yang tidak abadi.14
Lirik lagu yang akan menjadi bahan analisis dalam skripsi ini diambil dari lirik-lirik lagu Jepang populer. Lirik-lirik ini termasuk bagian dalam lagu populer yang lagu-lagu ini merupakan salah satu bentuk budaya pop atau budaya populer yang berkembang di Jepang. Menurut John Clammer, istilah budaya populer dalam bahasa Jepang adalah taishu bunka atau budaya massa. Pengertian ini mengacu kepada budaya yang menyebar luas ke masyarakat sebagai kelompok massa. 15
Budaya populer Jepang meliputi berbagai macam bidang, seperti seni, olahraga, teknologi dan musik. Hasilnya dapat dilihat dari belasan judul film anime atau animasi yang ditayangkan tiap minggu, seperti sirkulasi ratusan ribu eksemplar manga atau buku komik per bulan, puluhan dorama atau drama televisi dan juga jutaan keping album musik populer Jepang yang terjual.
Musik populer Jepang disebut dengan kay?kyoku mulai berkembang di Jepang pada tahun 1920-an.16 Jenis musik ini merupakan perpaduan unsur-unsur musik Barat dan bernuansa Jepang modern. Unsur dari barat adalah penggunaan alat musik dari barat, seperti gitar listrik, piano, drum, dsb. Walaupun banyak mengambil unsur dari barat, masih ada juga unsur Jepang yang digunakan. Selain penggunaan bahasa Jepang yang dominan di dalam liriknya, ada juga penggunaan alat-alat musik tradisional Jepang seperti shamisen dan koto, sebagai alat musik tambahan.
Kay?kyoku memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) komposer dan penulis lirik adalah orang yang terkenal; 2) lagunya banyak disebarluaskan melalui media massa, seperti televisi, radio, rekaman; 3) rata-rata jangka waktu (periode ketika lagu tersebut sering didengar melalui media massa dan dijual rekamannya) terbilang pendek, biasanya hanya beberapa minggu.17 Kay?kyoku terdiri dari enka18 , J-pop (Japan pop), new music 19dan gunka20 . Kay?kyoku berkembang pesat dan menjadi kegemaran masyarakat tidak hanya di dalam negeri dan daerah Asia, melainkan hingga sampai ke Amerika, Eropa bahkan Amerika Latin.
Lagu-lagu Jepang ini yang merupakan produk dari kebudayaan massa menandakan bahwa lagu-lagu ini populer, khususnya di kalangan anak muda Jepang. Lirik-lirik lagunya pun termasuk menjadi suatu hal yang dikonsumsi secara massal. Selain menyanyi, anak-anak muda Jepang ini juga menggubah lirik lagunya. Dalam lirik lagu mereka, alam tak luput dari perhatian mereka untuk dituangkan ke dalamnya. Perasaan mereka dituangkan dan diungkapkan melalui simbol dari unsur alam dalam lirik-lirik lagu Jepang populer. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Jepang yang hidup dalam alam lingkungan modern dewasa ini masih bersifat naturalis dalam kehidupan mereka yang tecermin dalam lirik lagu populer.